today's information

17 Mei 2008

12 Mei 2008, Tugu Rakyat Harga Mati!


Jogjakarta. Kereta api kelas ekonomi penuh sesak dengan berbagai macam jenis manusia, dari tua, muda, bayi, anak-anak, dan ibu2. Namun kali ini mereka mendapat sebuah pemandangan lain ketika akan menaiki kereta di stasiun lempuyangan sore itu, senja mulai menampakan keindahanya ketika kereta menderu dan mengaluarkan bunyi gemeretak khas kereta api negeri ini dilengkapi dengan pedagang asongan yang berlalu lalang tidak peduli penumpang sudah penuh sesak demi mencari beberapa lembar ribuan agar mereka bisa makan. Tiga gerbong terkahir saat itu benar-benar penuh sesak dengan mahasiswa berjas almamater coklat tua (UGM) dan biru muda (UNS), membawa panji-panji perjuangan, mereka menunjukan wajah semangatnya. Jakarta. 12 Mei 2008. Suasana pergerakan mahasiswa mulai memanas, berbagai macam panji-panji besar, berwarna - warni sudah nampak berkelebatan diangkasa menemani pagi cerah di bundaran HI, walaupun saat itu aku pun belum sempat mandi tapi provokasi kawan-kawan lebih menjadikanku semangat, siap membawakan TUGU RAKYAT untuk Indonesia. Aksi pagi itu dimulai dengan pembagian leaflet tugu rakyat pada para pengendara motor, mobil dan kendaraan umum di sekitar bundaran HI. Berbagai warna almamater mahasiswa mewarnai bundaran HI saat itu, bendera - bendera kebangsaan mahasiswa mewarnai atmosfer disekeliling bundaran HI. BEM dari Bandung Raya dan Jakarta nampak dari kejauhan menaiki kendaraan umum *metro mini* dan truk angkutan yang biasanya dipakai untuk pasir, beserta mobil aksi yang diatasnya telah berdiri beberapa korlap dari beberapa universitas. Jakarta pagi itu, siap meneriakan kebenaran! Tapi tahukah kalian kawan? bahwasanya disana diujung bundaran HI terlihat lebih dari satu kompi aparat yang dengan wajah garangnya siap melenyapkan ribuan mahasiswa yang saat itu hanya sekedar membawa seruan moral dengan timah timah panasnya, beberapa Tank yang membawa gas air mata sudah melintas di depan rombongan para mahasiswa itu.

Kupikir ini juga yang terjadi saat itu, iblis-iblis otoritarian itu benar-benar datang (mengutip Hanna, 2008). satu dekade yang lalu di tempat yang sama, dengan warna almamater yang sama, dengan seruan yang sama dan dengan semangat yang sama, hanya untuk sebuah perbaikan. Tidak pernah semudah itu kawan, pengorbanan, adalah harga mati, dan bahkan mati pun adalah harga mati!

Mahasiswa militan itu longmarch dari bundaran HI ke Istana merdeka, lelah... pastinya, tapi bukan kata-kata itu yang terlontar dari mulut mereka, namun sebaliknya kawan. Hati ikhlas mereka hanya bisa membaca satu kalimat "semangat untuk bergerak". Tidak asing lagi bagi mahasiswa itu melihat media massa mengelilingi aksi-aksi mereka, namun mereka hanya bisa berharap media itu menuliskan tuntutan mahasiswa, bukan sekedar memberitakan ribuan mahasiswa yang rela jauh-jauh dari seluruh Indonesia longmarch dari HI ke Istana. Dunia serasa memberitakan mereka, media - media asing pun sudah berjajar-jajar di pinggir jalan siap mencetak nama - nama mereka dalam sejarah.

Bisa jadi aksi massa sepert ini pada sepuluh tahun yang lalu akan menelan korban, namun hari ini kebebasan untuk berpendapat sudah mulai dihargai, walaupun menurut Demos (kompas 16/08), kebebasan berorganisasi, keleluasaan mengeluarkan pendapat menurun menjadi 60 % pada tahun 2007 ini yang sebelumnya 74% pada tahun 2004. Tapi yang jelas adalah bahwa Mahasiswa sebagai salah satu barometer idealisme tidak akan pernah runtuh dan berkompromi dengan kekuasaan rezim yang menggurita hingga disudut kota terpencil pun. Empat tahun SBY - JK dalam pemerintahan tidak menunjukan perkembangan yang signifikan, kebijakan yang diambil lebih banyak berorientasi pada pasar modal dari pada berpihak pada rakyat. Kegagalan pembangunan dalam pengentasan kemiskinan dibuktikan dengan jumlah penduduk miskin saat ini masih mencapai 37,17 Juta hingga tahun 2007 menurut BPS, Pengangguran masih menyentuh angka 11,6 juta orang. Padahal mereka bisa jadi adalah beberapa orang yang seharusnya jika mendapat pendidikan yang layak akan membuat prestasi yang gemilang. Tapi bagaiman lagi, pendidikan tinggi dan pendidikan layak berkualitas merupakan mimpi utopia bagi kaum-kaum marginal di Indonesia.

Kegagalan dalam ketahanan negara sangat jelas terasa ketika satelit palapa sebagai salah satu aset luar biasa dan simbol kedaulatan komunikasi dan ketahanan negara dijual dengan murahnya ke negara lain. Setiap detik berganti menit, setiap menit berganti jam, kita berada dalam teropong luar angkasa. Seorang bapak yang berprofesi sebagai supir becak tega membunuh anak-anaknya dengan racun serangga karena tidak dapat lagi mempertahankan perekonomian keluarga, seorang anak sekolah dasar dibunuh oleh Ibunya sendiri dan kemudian mereka berdua sama-sama meninggal dengan tragis karena tidak mampu membayar uang sekolah anak-anaknya. Gizi buruk di Kota-kota besar seperti yang terjadi pada sebuah keluarga di Makassar bisa juga terjadi, ditengah megahnya infrastruktur gedung-gedung pencakar langit dan mall-mall di sekitarnya.

Belum lagi kalau kita berbicara tentang ulah para pejabat kita, Indeks Prestasi korupsi di Indonesia adalah tertinggi diperingkat pertama di Asia tenggara dan Peringkat ke enam tingkat Dunia! Jumlah hutang Luar Negeri yang harus dibayar 1,8 Triliun dan hutang dalam negeri adalah sebesar 650 Miliar (mohon dikoreksi kalau salah, red). BLBI dan kroni Soeharto adalah salah satu penyakit kronis negeri ini, sudah berganti-ganti penguasa namun masih saja menjadi tanda tanya. Kenaikan harga bahan pokok karena multiplier effect yang disebabkan oleh kenaikan harga BBM nantinya juga akan memperparah kondisi perekonomian bangsa, logika untuk menyelamatkan APBN adalah logika menyesatkan ketika disisi lain koruptor dan obligor BLBI masih duduk tenang di rumah mewahnya. Bangsa ini bangsa yang kaya, coba kita lihat sekarang jumlah mobil mewah dijalan raya, milik siapa itu kawan? ditengah kegelimangan kekayaan itu masih saja ada salah urus sehingga membuat kesejahteraan masyarakat luas di kesampingkan. SALAH URUS! itu kata yang tepat bukan? oleh karena itu TUGU RAKYAT (Tujuh Gugatan Rakyat) adalah harga mati!

1. nasionalisasi aset-aset strategis bangsa.
2. wujudkan pendidikan dan pelayanan kesehatan yang terjangkau bagi rakyat.
3. tuntaskan kasus BLBI dan korupsi Soeharto beserta kroni-kroninya.
4. kembalikan kedaulatan bangsa pada sektor pangan, ekonomi, dan energi.
5. jamin ketersediaan dan keterjangkauan harga kebutuhan pokok bagi rakyat.
6. tuntaskan reformasi birokrasi dan berantas mafia peradilan
7. selamatkan lingkungan dan tuntaskan kasus lumpur lapindo brantas

hanya saat ini kami mahasiswa masih berharap, Wahai Bapak Presiden dengar tuntutan kami, ini adalah investasi jangka panjang negara ini Bapak.. tandatangani dan laksanakan! itu saja..

Special thanks to: Danu & K' Hanna

Lanjut Baca Bos...

08 April 2008

Kesalahan Terbesarku Hari Ini

Kuberikan sisa uang dikantong kanan celanaku, hanya tersisa sekeping uang recehan yang bahkan untuk membeli segelas es teh di warung pun aku hanya akan ditertawai oleh penjualnya. Tapi biarlah, ku kira dari pada tidak memberi sama sekali. Toh, orang tua dengan muka lelah peyotnya itu merasa dikasihi sedikit dari makhluk sesama vertabrate sepertinya. Tangan keriput dengan urat yang sudah mulai menghiasi permukaan kulitnya itu masih bisa kuingat dengan jelas hingga saat ini. Perempuan tua yang lingkar matanya sudah nampak jelas, wajah tua itu, wajah yang kerut-kerut nya sudah merata dari kening hingga pipinya, rambut yang tak lagi sepenuhnya hitam karena dihiasi oleh helaian-helaian uban disetiap inchi nya, nampak jelas sudah di depanku tadi seorang wanita tua, miskin yang di pundaknya memanggul beban yang sangat berat untuk sekedar memberi anak-anaknya makan sehari saja.

Sholat ashar kutunaikan di masjid kampus, setelah memberikan recehan uangku pada wanita tua itu. Penyegaran kembali sel-sel kulit di permukaan epidermis menjalar keseluruh tubuh yang tadinya carut marut membuat semua orang ngeri memandangku.

Langit mulai menampakkan wajah muramnya, awan kelabu mulai datang memenuhi cakrawala, sekejap atmosfer lapisan troposfer menjadi semakin gelap. Mahasiswa yang tadinya senyam-senyum di beranda masjid mulai berlarian naik kendaraan masing-masing. Ingin ku kenakan kaos kaki dan sepatuku, tapi mataku lebih tertarik memandang realita di depan ku, kurang lebih 6 meter , lebih 20 cm kembali kutemui profil wanita tua yang tadi di depanku dan kuberi recehan dari kantong ku. Untuk kesekian kalinya aku terkejut, namun hanya bingung, mau berbuat apa saat itu. Nenek tua yang tingginya kira-kira hanya sama dengan seperempat pemain basket nasional itu memanggul karung goni yang biasanya untuk karung beras itu, isinya berupa bongkahan-bongkahan kayu bekas yang sudah tidak terpakai sisa pembangunan masjid. Ukuran karung goni itu bahkan lebih besar dari ukuran tubuhnya sendiri, pemandangan yang benar-benar mengharuskan aku beristighfar dalam hati karena dijaman dikala kebanyakan orang naik mobil mewah kemana-mana terjadi fenomena yang ironis, mengharuskan aku menyalahkan diriku sendiri karena aku tidak dapat berbuat apa-apa, dan membuat hati serasa menangis ingin menyalak-nyalak pada penguasa dzalim yang memonopoli kekuasaan kapitalis negeri ini. Lalu disetiap langkah wanita tua meninggalkan kompleks masjid kampus itu, terasa sangat berat, padahal angin yang membawa hujan deras malam ini sudah berpusar membuat kucing persia pun kedinginan.
Dalam hati aku bingung, ini adalah kesalahan terbesarku hari ini.. aku hanya terdiam tak bisa berbuat apa-apa ketika, nyata-nyata di depanku ada salah satu korban kapitalisme.

Lanjut Baca Bos...

02 April 2008

Wedangan Lagi

Sekedar makan nasi goreng ala wedangan Solo, masih saja dengan secangkir kopi hangat sederhana, harum kopi malam itu memerintahkan sang malas dan bad mood sekejap pergi dari tempurung kepalaku. Temaram cahaya lampu pinggir jalan raya di daerah manahan, menambah suasana semakin hangat. Berbaris rapi laksana pasukan perang mongol puluhan pohon Fillicium desipiens (sori klo salah tulis, red) memagari jalan raya manahan, menambah suasana asri khas kota Solo semakin memesona. Tetap indah dan membawa memory tersendiri walau banyak gejolak sosial disana-sini.

"Sig, ada yang mau ketemu sama kita di wedangan, kamu bisa ga malam ini?sekarang!"
adalah sms yang membawa ku ke wedangan ini, hanya gubuk kecil dengan tenda bencana berwarna orange, didalamnya sebuah meja yang sudah include dengan gerobak dan kompor yang ditanam di gerobak bagian pinggir, biasanya dengan 3 teko ajaib yang digunakan untuk memanaskan air atau untuk "bakarin Pak, sundukan telor dan tahu/tempe". Namun potensi wedangan inilah yang menjadikanya mistery yang mungkin hingga 20 th kedepan akan tetap menjadi wacana, fakta bahwa di wedangan-wedangan seperti inilah "loby - loby" kelas atas lahir.

bukan sembarang wedangan, wedangan itu bukan sembarangan.. Ternyata benar, ditengah gedung-gedung bertingkat , mall-mall berAC yang arogan, rumah mewah milik bos besar, kantor-kantor dinas kota, lapangan dan GOR olahraga, arena bermain untuk anak muda, taman kota yang indah, jalan raya yang hitam mengkilat penuh fatamorgana masih saja menyimpan secercah tradisi yang menawan. Aset lokal, yang menjadi sebuah kearifan lokal yang perlu di lestarikan dan dilindungi. Sengaja menyingkir sejenak dari kepenatan kehidupan yang serba fana, kembali ke wedangan adalah sebuah refleksi bahwa semua hal yang kulakukan apa pun itu, permasalahan yang timbul sehari-hari dari sejak mata masih lengket semua hingga kulit mulai terkena panas sinar matahari yang sudah mulai over heat, hingga matahari mengucapkan selamat tinggalnya kepada ku dengan senjanya... adalah sebuah siklus.. adalah sebuah kenyataan yang mau tak mau itulah yang kuhadapi sekarang.. itulah potongan-potongan mozaik kehidupan yang sedang ku susun untuk menciptakan bentuk yang indah.
sebuah kata tak indah kalau tak ada jeda kawan. Semua akan bertahan karena ada jarak, ada spasi yang menjadikan hidup ini adalah irama
(dikutip dari Dee, filosofi Kopi dengan sedikit perubahan, red).

aku hanya berdoa dan berkarya.... well, semoga dengan pertemuan di wedangan itu semua akan menjadi lebihbaik

Lanjut Baca Bos...

01 Maret 2008

Surat untuk Blog-ku

Setelah sekian lama pukul 00.00 hanya terdiam, sudah saatnya dia mendapatkan hak-haknya. Sungguh tidak adil membiarkan dia yang mempunyai potensi yang luar biasa, dan sudah banyak memberi pelajaran yang lebih dari seorang dosen yang ceramah di depan kelas tanpa menatap mahasiswa nya karena takut atau grogi mungkin. Wahai pukul 00.00 maafkan aku, karena hanya membiarkanmu terdiam cukup lama, bukan aku bermaksud melupakan jasa-jasa mu, bahkan saat itu, sewaktu dunia maya masih terbendung di sebuah labirin yang tidak berujung, dirimulah yang pertama mengangkat aku lebih tinggi agar dapat melihat labirin dari atas dinding sehingga terbukalah wacana itu.
Saat itu kau pernah menjadi bagian hidupku yang tak terpisahkan setiap saat, setiap tindak tanduk ku kau tau, bahkan kau akan mengerti ketika mata ini sudah lelah dan tidak kuat lagi mengangkat kelopak, ketika jemari masih dipaksa berputar - putar diatas barisan huruf-huruf dan tanda baca. Dan kau katakan "shut down aja"... Sungguh romantisme yang tak terlupakan saat itu. Dan kau pun mengatakan padaku bahwa dunia maya ini masih sangat luas, ada kawan lain yang sudah siap menunggumu disana dan akan membawamu ke pengalaman yang luar biasa.
Wahai pukul 00.00 saat ini memang dirimu seakan hanya melihatku yang sedang bertegur sapa dengan kawan lain itu, semoga kau juga ikut senang dengan apa yang kulakukan, bercengkerama dengan kenyataan lalu kutuliskan dalam selembar kertas maya dan tinta maya.

Lanjut Baca Bos...
Google
 
your search end here