today's information

23 Desember 2007

Untuk 22 Desember

Hari itu 22 Desember 2007, pukul 21.30 ditengah dinginya udara kota Solo yang menyelimuti tidur setiap penduduknya. Saya lagi lagi, untuk kesekian kalinya kembali menelusuri dunia per-wedangan Solo, saya temui sebuah wedangan dibelakang kampus yang bertenda kuning, cukup kecil untuk ukuran wedangan di Solo. Oh, ternyata penjualnya adalah seorang anak muda berumur 18 tahun (saya tanyain beneran soalnya, red) dan dibalik itu semua adalah tokoh seorang Ibu, ya ibunya sendiri.. Ibu itu berjualan bersama seorang anak laki-lakinya. Tidak kusangka dia berumur begitu muda, kupikir jarang sekali anak seumuran itu mau diajak susah-susah kerja. Ternyata tokoh Ibu dalam hidupnya cukup dalam rupanya, dia sangat sopan dan hormat kepada Ibunya. Luar biasa Ibu itu, dia adalah salah seorang perempuan perkasa, mulai berjualan pada pukul 17.00 dan tutup pukul 00.00.. melihat peeristiwa seperti itu saya kembali teringat, bahwa hari itu adalah hari Ibu. Jadi teringat tokoh yang paling penting dalam hidup saya, dia adalah Ibu saya yang selalu mengorbankan jiwa raganya untuk saya, untuk sembilan bulan pertama dalam tiupan ruh Nya, untuk waktunya yang tidak pernah percuma dalam hidup, untuk sebotol susu yang menyambung hidup saya, untuk sepiring nasi yang tidak pernah dia lupa ketika jam makan, untuk secangkir teh hangat dipagi hari sewaktu saya masih di rumah, untuk jumat pagi dua minggu sekali bersama lauk pauk ala rumah yang ia bawa mengarungi teriknya matahari, untuk petuah hidup yang membuka hati nurani, untuk nasihat harian yang kadang membosankan tapi penting, untuk lilin harapan yang tidak pernah padam, untuk uang bulanan yang tidak pernah telat(hehe), untuk arti hidup yang mewarnai gelanggang pemikiran, untuk ilmu kasih sayang dan cinta yang diajarkan, , untuk cinta yang tidak terbalas, untuk hati yang kadang tersakiti (maafkan aku Ibu), untuk perjuangan dan pengorbanan yang tanpa pamrih, untuk semangat yang tidak pernah padam, untuk cintamu yang saya tidak tahu bagaimana cara membalasanya, untuk semua yang tidak akan pernah bisa saya sebutkan satu persatu. Hanya satu kalimat yang akan membuatnya tersenyum, aku sayang kamu Ibu.. terima kasih..
*pengakuan Sang Pendosa*

Google
 
your search end here